WISUDA PASCA SHAUM FAKULTAS RAMADHAN
WISUDA PASCA SHAUM FAKULTAS RAMADHAN
Oleh:
Sugiri
Dosen: Ibadah, Akhlak dan Mu'amalah
Universitas Muhammadiyah Bogor Raya
Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarakaatuh
Hadirin sidang senat terbuka fakultas ramadhan universitas rahmatan lil'alamiin
Segala puji hanya milik Allah SWT, atas kesempatan tahun ini yang Ia berikan pada ummat Islam untuk menunaikan ibadah shaum. Kesempatan untuk kembali meneguhkan siapa yang beriman dan mengukuhkan ketaqwaan. Untuk itu mari kita syukuri dengan cara mempertahankan karakteristik ketaqwaan itu dalam kehidupan nyata.
Sholawat, salam dan keberkahan semoga senantiasa tercurah pada suri tauladan terbaik, Rosulullah Muhammad SAW, atas risalah perjuangannya membawa ummat manusia ke cahaya tauhid, yakni hanya mengesakan Allah SWT rabbul izzati waljalalah
Ya ikhwani fiddin, ketahuilah bahwa tujuan ibadah shaum tak terputus dari tujuan penciptaan manusia, yakni bahwa manusia diciptakan agar hanya beribadah kepada Allah SWT sebagaimana firman-Nya dalam surat Adz-Dzariat ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)
Untuk itu Allah SWT sertakan kitab Al-Quran dan hikmah sebagai pedoman atau petunjuk bagaimana cara pelaksanaan ibadah itu yang diberi nama dinnul Islam. Kini kita mengenal 2 macam ibadah, yakni ibadah mahdhoh (khusus) dan ibadah ghoiro mahdhoh (tidak khusus) . Islam mengatur bagaimana berinteraksi secara vertikal kepada Allah dengan ibadah mahdhoh dan secara horizontal kepada sesama manusia dengan ibadah ghoiro mahdhoh. Yang terakhir ini yakni ibadah ghoiro mahdhoh disebut juga muamalah--mengatur bagaimana aktivitas ekonomi, budaya, politik di antara manusia.
Hadirin perlu kita tanyakan untuk apa ibadah-ibadah itu. Allah menegaskan tujuan ibadah itu dengan perintah beribadah kepada-Nya dengan menyertakan alasan bahwa dialah yang menciptakan manusia. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
يٰۤاَ يُّهَا النَّا سُ اعْبُدُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ وَا لَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ ۙ
"Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 21)
Dari ayat di atas Allah menyatakan bahwa tujuan ibadah itu adalah agar bertaqwa لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ ۙ .
Puasa adalah salah satu ibadah mahdhoh. Allah tegaskan bahwa tujuan puasa adalah لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ ۙ yakni agar bertaqwa sebagaimana firman-Nya:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْکُمُ الصِّيَا مُ کَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِکُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ ۙ
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,"
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 183)
Menarik untuk dicamkan tentang kata taqwa. Apakah ia gelar strata 1, strata 2 atau strata 3 atau apa? Kapan status taqwa di sematkan pada pelaku puasa? Apakah jaminan masuk surga begitu berakhir ramadhan sedang kita tak berbuat apa-apa sampai ajal tiba? Berbahaya atau tidak pasca ramadhan, kita tidak berbuat kebajikan karena merasa telah bertaqwa?
Kata taqwa bukanlah gelar sebagaimana bila seseorang telah menyelesaikan rangkaian tugas pada S1, S2 atau S3 dengan sarjana S.Pd., M.Pd., S.E., M.Sc., M.Si., Lc., MA., PhD., atau Dr.
Kata taqwa lebih tepat sebagai sebutan bagi mereka yang memiliki karakter utama yang disebutkan oleh Allah SWT dalam surat Al-Baqoroh ayat 1 - 5.Yakni beriman kepada yang ghaib, mendirikan shalat, berinfak, beriman pada Al-Quran dan kitab sebelumnya, yakin pada hari akhir. Dan ayat 177 sebagai beriman pada Allah SWT, beriman pada hari akhir, beriman pada malaikat, beriman pada kitab-kitab Allah SWT, beriman pada para nabi, memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, kepada yatim, kepada fakir miskin, pada ibnu sabil, pada peminta-minta, membebaskan budak, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menepati janji bila berjanji, bersabar dalam kesusahan, penderitaan dan dalam keadaan perang.
Jika karakteristik di atas seseorang pertahankan hingga napas terakhirnya, mati dalam keadaan demikian saat itulah sebutan taqwa disandangkan padanya. Dengan kata lain mati dalam iman. Jika sebaliknya mati dalam keadaan tidak iman atau kufur maka semua karakteristik itu tidak berguna baginya.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
.... وَمَنْ يَّرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِيْـنِهٖ فَيَمُتْ وَهُوَ کَافِرٌ فَاُ ولٰٓئِكَ حَبِطَتْ اَعْمَا لُهُمْ فِى الدُّنْيَا وَا لْاٰ خِرَةِ ۚ وَاُ ولٰٓئِكَ اَصْحٰبُ النَّا رِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
" ....Barang siapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 217)
Permasalah besarnya, "Mampukah kita pertahankan karakteristik itu pasca ramadhan hingga ajal kita sedangkan iblis tak pernah henti menggoda, membisikan, menjerumuskan, menipu dengan langkah-langkahnya yang halus."
Jawabannya sejauh mana dan sekuat apa upaya kita mempertahankan karakteristik itu dengan segenap harta dan jiwa berjuang di sisa umur. Iblis tidak akan pernah cape sampai akhir jaman menghalangi manusia dari jalan Allah yang lurus. Dia akan datang dari depan, belakang, kanan dan kiri. Dia tegaskan pada Allah bahwa kebanyakan manusia tidak akan bersyukur. Tentang hal ini, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
قَا لَ فَبِمَاۤ اَغْوَيْتَنِيْ لَاَ قْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَا طَكَ الْمُسْتَقِيْمَ ۙ
"(Iblis) menjawab, Karena Engkau telah menghukum aku tersesat, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus,"
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 16)
Ayat 17 nya:
ثُمَّ لَاٰ تِيَنَّهُمْ مِّنْۢ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ اَيْمَا نِهِمْ وَعَنْ شَمَآئِلِهِمْ ۗ وَلَا تَجِدُ اَكْثَرَهُمْ شٰكِرِيْنَ
"kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan, dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur."
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 17)
Penting bagi kita mengetahui sebenar-benarnya siapakah yang sungguh-sungguh mampu mempertahankan karakteristik muttaqin sebagaimana disebutkan di atas. Dan ketahuilah siapa dia, yakni mereka yang benar-benar ikhlas menjalankan segala ibadah hanya karena Allah SWT. Dalam hal ini Iblis jujur menegaskan bahwa dia tidak akan mampu menjerumuskan manusia yang memiliki keikhlasan sejati dalam ibadah yakni hanya karena Allah SWT semata. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
قَا لَ فَبِعِزَّتِكَ لَاُ غْوِيَنَّهُمْ اَجْمَعِيْنَ ۙ
اِلَّا عِبَا دَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِيْنَ
"(Iblis) menjawab, Demi kemuliaan-Mu, pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,"
"kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di antara mereka."
(QS. Sad 38: Ayat 82-83)
Kata mukhlasin الْمُخْلَصِيْنَ diterjemahkan "yang terpilih" atau "orang-orang yang ikhlas".
Jadi untuk mengamankan apa yang kita raih selama ibadah ramadhan melalui puasa di siang hari seiring dengannya selalu berdzikir dan bershodaqoh, malamnya melalui tarawih dan tadarus Al-Quran, kita patut bersyukur dengan cara mepertahankan keikhlasan itu dalam beribadah kepada Allah SWT. Jangan pernah ada kesyirikan sekali dan sekecil apapun. Janganlah memberi atau menolong seseorang karena ingin dipuji orang lain atau berharap balasan dari orang lain. Janganlah beribadah apapun karena ingin pujian manusia.
Keilmuan yang didapat di fakultas ramadhan ini adalah kesadaran bahwa kita ini ciptaan Allah SWT maka sepantasnya kita hanya menyembah Allah Al-Jalaluh. Orang bilang ini adalah keshalehan spiritual. Keilmuan lainnya yang diperoleh dari fakultas ramadhan ini adalah kesadaran bahwa kita harus selalu memikirkan dan membantu orang-orang lemah seperti yatim, para fakir dan miskin, korban-korban bencana dan kaum dhuafa lainnya. Orang bilang ini adalah keshalehan sosial.
Waktunya bagi kita menghadirkan Allah dalam segala kegiatan. Salah satunya adalah di rumah orang miskin apalagi penghuninya sedang sakit, di sana ada Allah. Kalo kita tidak menolong orang miskin berarti kita melupakan Allah karena Allah ada di situ sedang kita tidak menjenguknya untuk membantu yang sakit.
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam, Nanti Allah Ta’ala berfirman di hari Kiamat:
« يَا ابْنَ آدَمَ مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِي . قَالَ : يَارَبِّ ،كَيْفَ أَعُودُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعِزَّةِ ؟ فَيَقُولُ : أَمَاعَلِمْتَ أَنَّ عَبْدِي فُلانًا مَرِضَ فَلَمْ تَعُدْهُ ، وَلَوْ عُدْتَهُ لَوَجَدْتَنِي عِنْدَهُ ؟ وَيَقُولُ : يَا ابْنَ آدَمَ ، اسْتَطْعَمْتُكَ فَلَمْ تُطْعِمْنِي . فَيَقُولُ : كَيْفَ أُطْعِمُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعِزَّةِ ؟ فَيَقُولُ : أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ عَبْدِي فُلانًا اسْتَطْعَمَكَ فَلَمْ تُطْعِمْهُ ، أَمَاعَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ أَطْعَمْتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِي ؟ وَيَقُولُ : يَا ابْنَ آدَمَ اسْتَسْقَيْتُكَ فَلَمْ تَسْقِنِي . فَيَقُولُ : أَيْ رَبِّ ، وَكَيْفَ أَسْقِيكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعِزَّةِ ؟ فَيَقُولُ : أَمَاعَلِمْتَ أَنَّ عَبْدِي فُلانًا اسْتَسْقَاكَ فَلَمْ تَسْقِهِ ، وَلَوْ سَقَيْتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِي ؟ » .
Hai anak Adam, Aku telah sakit, tetapi engkau tidak menjenguk-Ku. Orang itu bertanya: Wahai Tuhan, bagaimana cara saya menjenguk-Mu, sedangkan Engkau Tuhan penguasa alam semesta? Allah menjawab: Apakah engkau tidak mengetahui bahwa seorang hamba-Ku bernama Fulan sedang sakit tetapi engkau tidak mau menjenguknya. Sekiranya engkau mau menjenguknya, pasti engkau dapati Aku di sisinya.
Orang yang berhasil dalam beribadah nya adalah orang yang memiliki keshalehan spiritual dan keshalehan sosial sepanjang hayatnya.
Semoga bermanfaat, Wallahu 'alamu bishshowab
Sugiri
Dosen: ibadah, akhlak dan mu'amalah
Universitas Muhammadiyah Bogor Raya
Sumber:
1. Kutipan Al-Qur'an Via Al-Qur'an Indonesia http://quran-id.com
2. https://www.suaramuhammadiyah.id/ 2017/08/07/allah-bersama-orang-sakit